Indonesia Corruption Watch mencatat, dalam kurun waktu satu tahun menjabat sebagai presiden, SBY mengeluarkan 17 pernyataan dukungan pemberantasan korupsi. Namun yang terealisasi hanya 24%.
“Kita simpulkan Presiden tidak komit pada pemberantasan korupsi. Karena hanya 4 terealisasi (24%) sedangkan 13 pernyataan (76%) tidak teralisasi. Seratus hari pertama itu tinggi dan menurun ketika 1 tahun pemerintahan,” ujar Peneliti Hukum ICW Donal Fariz di Jakarta, Minggu 24 Oktober 2010.
Contohnya, papar Donal, adalah kasus mafia hukum Gayus Tambunan. Menurutnya sikap SBY tidak tegas dalam melihat kasus yang menyeret sembilan orang ke pengadilan ini. Kemudian, tidak diterimanya Peninjauan Kembali (PK) jaksa atas praperadilan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP), sejauh ini SBY juga bungkam.
Dalam kasus Century, lanjut dia, SBY meminta agar kasus ini diungkap setuntas-tuntasnya, namun kenyataannya Partai Demokrat sangat defensif. “Dari sini kita lihat pernyataan yang disampaikan SBY hanya indah di permukaan dengan janji-janji manis,” katanya.
Donal menjelaskan, pemberian remisi, grasi dan pembebasan bersyarat yang diberikan SBY kepada koruptor menunjukkan tidak sensitifnya pemerintahan SBY terhadap para korban koruptor. Hal ini semakin mempertegas anomali pemberantasan korupsi.
ICW mencatat ada 660 terpidana korupsi, 1 mendapat grasi, 314 mendapat remisi dan 318 mendapat pembebasan bersyarat. Grasi yang menonjol diberikan kepada mantan Bupati Kutai Kartanegara Syaukani.
Karena itu, melalui keterangan tertulis yang diterima matanews.com, ICW memberikan 11 Rekomendasi kepada SBY untuk memperbaiki pemberantasan korupsi 4 tahun mendatang. Pertama, SBY harus memiliki road map atau strategi nasional pemberantasan korupsi yang terukur dan bisa dilaksanakan dalam 4 tahun ke depan.
Kedua, SBY harus memprioritaskan reformasi di kepolisian, kejaksaan dan Ditjen Pajak. Ketiga, SBY harus mengurangi pidato dan berjanji dihadapan publik kecuali memang untuk dilaksanakan secara serius. Keempat, SBY harus memimpin pengungkapan kasus-kasus besar seperti, rekening gendut, Bank Century dan penganiayaan aktivis ICW.
Kelima, otak dan pelaku kriminalisasi pimpinan KPK harus diungkap. Keenam, tindakan keras tegas tanpa kompromi terhadap kader Partai Demokrat yang terlibat korupsi harus dilakukan. Ketujuh, SBY harus menghentikan kompromi dengan kekuatan politik dan bisnis soal pemberantasan korupsi.
Kedelapan, pemberian remisi, pembebasan bersyarat dan segala fasilitas yang mengurangi efek jera pemberantasan korupsi harus direvisi. Kesembilan, SBY dinilai perlu merevisi aturan tentang izin pemeriksaan kepala daerah, kerana ini rentan menjadi komoditas politik.
Sepuluh, SBY harus pastikan Kapolri dalam menjalankan kerja pemberantasan korupsi dengan cara mulai membersihkan internal kepolisian. Dan kesebelas, SBY harus segera pilih Jaksa Agung dari eksternal yang antikorupsi dan bisa diterima publik serta dapat bekerjasama dengan KPK.
Berantas Korupsi Cuma Kosmetik
Ringannya vonis yang dijatuhkan kepada para koruptor membuat praktik korupsi semakin marak. Kampanye pemberantasan korupsi pun dinilai hanya menjadi slogan belaka karena tak sesuai dengan penegakan hukum yang terjadi saat ini.
Kenyataan ini dianggap mengiris hati rakyat sebab negara memiliki instrumen penegak hukum yang lebih dari cukup. Namun korupsi tetap marak akibat ketidakseriusan pemerintah mewujudkan janji-janji kampanyenya.
“Kita bahkan membentuk KPK untuk mengintai, menangkap dan menyeret koruptor ke pengadilan. Semua ini ternyata tidak membuat koruptor jera,” kata anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo kepada matanews.com di Jakarta, Kamis 18 November 2010.
Kasus Gayus Tambunan disebut Bambang sebagai contoh lemahnya penanganan kasus korupsi dan mafia hukum. Hingga kini Kejagung dan Polri belum juga menuntaskan kasus itu, padahal SBY telah memerintahkan segenap aparatnya untuk memerangi korupsi.
Dalam rapat terbatasnya hari ini, SBY telah meminta kejelasan dari Kapolri Timur Pradopo, Plt Jaksa Agung Darmono dan MenkumHAM Patrialis Akbar terkait kasus Gayus. Namun meminta kejelasan saja dianggap tidak cukup untuk menuntaskan kasus Gayus.
SBY harus bersikap tegas dan memerintahkan agar para pembantunya yang bergerak di bidang hukum bertindak cepat dan adil dalam memproses semua kasus korupsi, termasuk kasus Gayus. Namun melihat komitmen pemerintah dalam penegakan hukum saat ini, Bambang mengungkapkan keraguannya.
“Pertanyaannya, kita sepakat atau tidak bahwa Indonesia saat ini dalam kondisi darurat korupsi? Kalau tidak sepakat, silahkan menangani kasus korupsi seperti pola sekarang yg penuh tipu muslihat,” tutup politisi Golkar itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar