Jumat, 19 November 2010

Konspirasi Uang Godaan Polri

Timur Pradopo menjanjikan reformasi di tubuh Polri ketika terpilih menjadi Kapolri. Namun hingga kini hasilnya masih jauh dari Polri yang sehat dan berpihak pada hukum. Sebab uang masih menjadi godaan terbesar.
Lolosnya aktor mafia pajak Gayus Tambunan yang bebas keluar-masuk Rutan Markas Komando Brimob di Kelapa Dua, Depok, menjadi bukti mudahnya uang bicara. Hingga Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo pun dianggap tak sukses melakukan reformasi di internal Polri seperti yang dijanjikannya.
“Lolosnya Gayus Tambunan ke Singapura, kemudian setelah ditangkap dan masuk penjara kemudian sengaja diloloskan untuk pelesiran di Bali, sesungguhnya secara kasat mata orang tetap berkeyakinan akan adanya konspirasi jahat antara aparat kepolisian dengan para tahanan,” kata pengamat hukum Karolus Kopong Medan di Kupang, NTT, Jumat 19 November 2010.
Menurutnya, tidak mungkin seorang Gayus yang dikurung dalam Rutan Mako Brimob yang konon sulit ditembus publik bisa lolos keluar menghirup udara bebas, jika tidak ada konspirasi. Sehebat apa pun Gayus mengibuli aparat kepolisian, tetapi orang tetap akan membaca adanya konspirasi.
Kejadian tersebut, kata Kopong Medan, sungguh memalukan dan justru sangat menurunkan wibawa institusi kepolisian di mata masyarakat.
“Bukan soal ada suap atau tidak dalam kasus Gayus ini, tapi yang paling penting telah terjadi konspirasi jahat yang sungguh-sungguh memalukan dan justru membuat gerakan reformasi di tubuh Polri menjadi tidak bermakna apa-apa,” jelas peneliti Kompolnas untuk daerah NTT ini.
Hal ini, kata dia, menunjukkan reformasi Polri masih berjalan setengah hati. Ketika orang berduit seperti Gayus Tambunan menyuap, dengan mudahnya niat reformasi terlupakan.
Menurutnya, kasus Gayus hanya sebagian kecil yang terlihat publik. Masih banyak kasus besar yang kemudian menyeret sejumlah pejabat Polri ke lingkaran permainan tersebut.
Konsep yang selama ini didesain untuk mereformasi Polri, terutama berkenaan dengan aspek struktural, performans dan budaya kepolisian, belum memberikan implikasi yang memadai kepada perubahan perilaku aparat kepolisian.
“Masih banyak aparat kepolisian yang diduga terlibat dalam kasus suap, kriminalitas, konspirasi atau persekongkolan jahat, perlakuan dikskriminatif dalam pelayanan kepada masyarakat, meloloskan penjahat dari jeratan hukum, dan lain sebagainya merupakan contoh-contoh kasus yang mencoreng citra Polri,” katanya.
Oleh karena itu, jika Polri serius melakukan reformasi harus benar-benar menyentuh perubahan prilaku aparat kepolisian. Polri juga harus membuktikannya dengan ketegasan, konsistensi dan transparansi dalam penanganan kasus-kasus yang melibatkan aparat kepolisian.
Menurut dia, jika ada aparat kepolisian, bahkan petinggi Polri sekalipun yang teridikasi terlibat dalam kasus tindak pidana, jangan segan-segan untuk memrosesnya, dan jangan memberi kesan ada upaya untuk melindungi pihak-pihak tertentu.
“Tanpa ada upaya ke arah perubahan perilaku aparat kepolisian, saya kira kita tidak perlu bicara lagi soal reformasi Polri. Karena reformasi Polri yang sesungguhnya adalah perubahan perilaku atau perubahan sikap dan tindak aparat kepolisian,” tegasnya. (ant/ana)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar