Jumat, 19 November 2010

Konspirasi Uang Godaan Polri

Timur Pradopo menjanjikan reformasi di tubuh Polri ketika terpilih menjadi Kapolri. Namun hingga kini hasilnya masih jauh dari Polri yang sehat dan berpihak pada hukum. Sebab uang masih menjadi godaan terbesar.
Lolosnya aktor mafia pajak Gayus Tambunan yang bebas keluar-masuk Rutan Markas Komando Brimob di Kelapa Dua, Depok, menjadi bukti mudahnya uang bicara. Hingga Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo pun dianggap tak sukses melakukan reformasi di internal Polri seperti yang dijanjikannya.
“Lolosnya Gayus Tambunan ke Singapura, kemudian setelah ditangkap dan masuk penjara kemudian sengaja diloloskan untuk pelesiran di Bali, sesungguhnya secara kasat mata orang tetap berkeyakinan akan adanya konspirasi jahat antara aparat kepolisian dengan para tahanan,” kata pengamat hukum Karolus Kopong Medan di Kupang, NTT, Jumat 19 November 2010.
Menurutnya, tidak mungkin seorang Gayus yang dikurung dalam Rutan Mako Brimob yang konon sulit ditembus publik bisa lolos keluar menghirup udara bebas, jika tidak ada konspirasi. Sehebat apa pun Gayus mengibuli aparat kepolisian, tetapi orang tetap akan membaca adanya konspirasi.
Kejadian tersebut, kata Kopong Medan, sungguh memalukan dan justru sangat menurunkan wibawa institusi kepolisian di mata masyarakat.
“Bukan soal ada suap atau tidak dalam kasus Gayus ini, tapi yang paling penting telah terjadi konspirasi jahat yang sungguh-sungguh memalukan dan justru membuat gerakan reformasi di tubuh Polri menjadi tidak bermakna apa-apa,” jelas peneliti Kompolnas untuk daerah NTT ini.
Hal ini, kata dia, menunjukkan reformasi Polri masih berjalan setengah hati. Ketika orang berduit seperti Gayus Tambunan menyuap, dengan mudahnya niat reformasi terlupakan.
Menurutnya, kasus Gayus hanya sebagian kecil yang terlihat publik. Masih banyak kasus besar yang kemudian menyeret sejumlah pejabat Polri ke lingkaran permainan tersebut.
Konsep yang selama ini didesain untuk mereformasi Polri, terutama berkenaan dengan aspek struktural, performans dan budaya kepolisian, belum memberikan implikasi yang memadai kepada perubahan perilaku aparat kepolisian.
“Masih banyak aparat kepolisian yang diduga terlibat dalam kasus suap, kriminalitas, konspirasi atau persekongkolan jahat, perlakuan dikskriminatif dalam pelayanan kepada masyarakat, meloloskan penjahat dari jeratan hukum, dan lain sebagainya merupakan contoh-contoh kasus yang mencoreng citra Polri,” katanya.
Oleh karena itu, jika Polri serius melakukan reformasi harus benar-benar menyentuh perubahan prilaku aparat kepolisian. Polri juga harus membuktikannya dengan ketegasan, konsistensi dan transparansi dalam penanganan kasus-kasus yang melibatkan aparat kepolisian.
Menurut dia, jika ada aparat kepolisian, bahkan petinggi Polri sekalipun yang teridikasi terlibat dalam kasus tindak pidana, jangan segan-segan untuk memrosesnya, dan jangan memberi kesan ada upaya untuk melindungi pihak-pihak tertentu.
“Tanpa ada upaya ke arah perubahan perilaku aparat kepolisian, saya kira kita tidak perlu bicara lagi soal reformasi Polri. Karena reformasi Polri yang sesungguhnya adalah perubahan perilaku atau perubahan sikap dan tindak aparat kepolisian,” tegasnya. (ant/ana)

Berantas Korupsi SBY Cuma OMDO


Indonesia Corruption Watch mencatat, dalam kurun waktu satu tahun menjabat sebagai presiden, SBY mengeluarkan 17 pernyataan dukungan pemberantasan korupsi. Namun yang terealisasi hanya 24%.

“Kita simpulkan Presiden tidak komit pada pemberantasan korupsi. Karena hanya 4 terealisasi (24%) sedangkan 13 pernyataan (76%) tidak teralisasi. Seratus hari pertama itu tinggi dan menurun ketika 1 tahun pemerintahan,” ujar Peneliti Hukum ICW Donal Fariz di Jakarta, Minggu 24 Oktober 2010.
Contohnya, papar Donal, adalah kasus mafia hukum Gayus Tambunan. Menurutnya sikap SBY tidak tegas dalam melihat kasus yang menyeret sembilan orang ke pengadilan ini. Kemudian, tidak diterimanya Peninjauan Kembali (PK) jaksa atas praperadilan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP), sejauh ini SBY juga bungkam.
Dalam kasus Century, lanjut dia, SBY meminta agar kasus ini diungkap setuntas-tuntasnya, namun kenyataannya Partai Demokrat sangat defensif. “Dari sini kita lihat pernyataan yang disampaikan SBY hanya indah di permukaan dengan janji-janji manis,” katanya.
Donal menjelaskan, pemberian remisi, grasi dan pembebasan bersyarat yang diberikan SBY kepada koruptor menunjukkan tidak sensitifnya pemerintahan SBY terhadap para korban koruptor. Hal ini semakin mempertegas anomali pemberantasan korupsi.
ICW mencatat ada 660 terpidana korupsi, 1 mendapat grasi, 314 mendapat remisi dan 318 mendapat pembebasan bersyarat. Grasi yang menonjol diberikan kepada mantan Bupati Kutai Kartanegara Syaukani.
Karena itu, melalui keterangan tertulis yang diterima matanews.com, ICW memberikan 11 Rekomendasi kepada SBY untuk memperbaiki pemberantasan korupsi 4 tahun mendatang. Pertama, SBY harus memiliki road map atau strategi nasional pemberantasan korupsi yang terukur dan bisa dilaksanakan dalam 4 tahun ke depan.
Kedua, SBY harus memprioritaskan reformasi di kepolisian, kejaksaan dan Ditjen Pajak. Ketiga, SBY harus mengurangi pidato dan berjanji dihadapan publik kecuali memang untuk dilaksanakan secara serius. Keempat, SBY harus memimpin pengungkapan kasus-kasus besar seperti, rekening gendut, Bank Century dan penganiayaan aktivis ICW.
Kelima, otak dan pelaku kriminalisasi pimpinan KPK harus diungkap. Keenam, tindakan keras tegas tanpa kompromi terhadap kader Partai Demokrat yang terlibat korupsi harus dilakukan. Ketujuh, SBY harus menghentikan kompromi dengan kekuatan politik dan bisnis soal pemberantasan korupsi.
Kedelapan, pemberian remisi, pembebasan bersyarat dan segala fasilitas yang mengurangi efek jera pemberantasan korupsi harus direvisi. Kesembilan, SBY dinilai perlu merevisi aturan tentang izin pemeriksaan kepala daerah, kerana ini rentan menjadi komoditas politik.
Sepuluh, SBY harus pastikan Kapolri dalam menjalankan kerja pemberantasan korupsi dengan cara mulai membersihkan internal kepolisian. Dan kesebelas, SBY harus segera pilih Jaksa Agung dari eksternal yang antikorupsi dan bisa diterima publik serta dapat bekerjasama dengan KPK.

Berantas Korupsi Cuma Kosmetik

Ringannya vonis yang dijatuhkan kepada para koruptor membuat praktik korupsi semakin marak. Kampanye pemberantasan korupsi pun dinilai hanya menjadi slogan belaka karena tak sesuai dengan penegakan hukum yang terjadi saat ini.
Kenyataan ini dianggap mengiris hati rakyat sebab negara memiliki instrumen penegak hukum yang lebih dari cukup. Namun korupsi tetap marak akibat ketidakseriusan pemerintah mewujudkan janji-janji kampanyenya.
“Kita bahkan membentuk KPK untuk mengintai, menangkap dan menyeret koruptor ke pengadilan. Semua ini ternyata tidak membuat koruptor jera,” kata anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo kepada matanews.com di Jakarta, Kamis 18 November 2010.
Kasus Gayus Tambunan disebut Bambang sebagai contoh lemahnya penanganan kasus korupsi dan mafia hukum. Hingga kini Kejagung dan Polri belum juga menuntaskan kasus itu, padahal SBY telah memerintahkan segenap aparatnya untuk memerangi korupsi.
Dalam rapat terbatasnya hari ini, SBY telah meminta kejelasan dari Kapolri Timur Pradopo, Plt Jaksa Agung Darmono dan MenkumHAM Patrialis Akbar terkait kasus Gayus. Namun meminta kejelasan saja dianggap tidak cukup untuk menuntaskan kasus Gayus.
SBY harus bersikap tegas dan memerintahkan agar para pembantunya yang bergerak di bidang hukum bertindak cepat dan adil dalam memproses semua kasus korupsi, termasuk kasus Gayus. Namun melihat komitmen pemerintah dalam penegakan hukum saat ini, Bambang mengungkapkan keraguannya.
“Pertanyaannya, kita sepakat atau tidak bahwa Indonesia saat ini dalam kondisi darurat korupsi? Kalau tidak sepakat, silahkan menangani kasus korupsi seperti pola sekarang yg penuh tipu muslihat,” tutup politisi Golkar itu.

Sumber: http://matanews.com/2010/10/25/berantas-korupsi-sby-cuma-omdo/

TNI dan Polisi Baku Tembak, Warga Mengungsi

Setelah baku tembak antara aparat TNI dan Polisi di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Pertamina kota Serui, Kabupaten Kepulauan Yapen, Papua, warga setempat berbondong-bondong mengungsi.

“Sampai sekarang masyarakat masih tinggal di luar rumah. Mereka takut perkelahian antara polisi dan TNI kembali terjadi,” ujar Lee Marani, warga Serui di Jayapura, Selasa (16/11).
Marani menjelaskan, peristiwa ini bermula dari antrian pembeli BBM di SPBU Pertamina –satu-satunya pom bensin yang ada di kota itu. Tiba-tiba seorang polisi masuk melalui pintu keluar SPBU untuk mengisi bensin. Hal ini menimbulkan kemarahan seorang anggota TNI yang sedang berdiri di luar depot, hingga terjadilah pertengkaran.
Polisi mengancam akan kembali mengajak teman-temannya. Selang beberapa menit kemudian, datanglah sekawanan polisi yang mulai melepas tembakan, untuk mencari anggota TNI tersebut. Namun untunglah Kapolres setempat datang dan bisa menenangkan situasi.
Peristiwa ini terjadi pada Minggu (14/11) siang. Kejadian berbuntut terjadi baku tembak antara TNI dan Polisi di wilayah itu. Penembakan beruntun tersebut mengakibatkan beberapa warga mengungsi untuk sementara waktu karena takut menjadi korban peluru nyasar. Situasi saat ini sudah aman dan terkendali. Namun menurut warga hal ini bisa saja terjadi kembali karena ulah “aparat” yang merasa bisa mendapatkan hak istimewa dalam antrian pembelian bensin.
Hingga berita ini diturunkan warga masih berada di pengungsian. Pihak berwenang juga belum memberikan komentar seputar peristiwa tersebut.

Sumber: http://kabarnet.wordpress.com/2010/11/18/tni-dan-polisi-baku-tembak-warga-mengungsi/

Selasa, 16 November 2010

BENARKAH TERORIST ADA KAITANYA DENGAN REKENING GENDUT

Pertanyaan ini tentu pertanyaan yang tidak berdasar, masalahnya rekening yang diramaikan sebagai rekening Gendut itu adalah rekening para petinggi Kepolisian yang nilainya milyaran rupiah bahkan ada yang mengatakan ratusan milyar rupiah.

Sedangkan Polisi sendiri katanya adalah aparat keamanan yang paling getol memberantas terrorist dan koruptor.
Coba kita perhatikan betapa semangatnya Polisi menangkapi dan menembaki mereka yang dituduh terrorist.
Berapa orang yang sudah ditangkap Polisi karena dituduh sebagai terorist dan berapa orang yang sudah ditembak mati oleh Polisi, padahal ada juga dari mereka yang ditangkap atau ditembak mati tanpa bukti, bahkan ada yang sudah ditembak mati katanya terorist dengan segala kejahatannya, tapi nyatanya sampai satu bulan tidak jelas siapa sebenarnya yang ditembak Polisi tersebut, yang akhirnya dimakamkan dipemakaman umum tanpa dihadiri keluarganya, dan hingga sekarang pihak Kepolisian juga tidak pernah mengakui kesalahannya (Baca “Ternyata Dua Teroris di Cawang Masih Hidup Saat Dibawa ke Mobil” 13 Mei 2010)
Permasalahannya :
  • 1.Hingga saat ini pihak Kepolisian tidak pernah transparan menjelaskan siapakah sebenarnya pemilik rekening Gendut tersebut, berapa jumlahnya, dari mana asalnya, malah dengan entengnya dijawab, masalah rekening gendut sudah selesai jangan diungkit lagi.
  • 2.Banyak informasi bahwa apa yang dinamakan Polisi sebagai “ Terrorist Aceh “ pendanaannya dari Sofyan Tsauri begitu juga pelatihannya dilakukan oleh Syofyan Tsaurai bahkan tempat pelatihan menembak dilakukan di Markas Komando Brimob Kelapa Dua Depok.
  • 3.Banyak Informasi bahwa Sofyan Tsauri adalah intell :
Baca : Sofyan Tsauari Dibalik Terorisme di Aceh  (12 Agustus 2010) :
Sofyan Sauri adalah seorang intel yang membiayai dan melatih secara militer orang-orang yang di rekrutnya sendiri di pegunungan Aceh, bahkan dia sempat melatih di Markas Komando Brimob di Kelapa Dua, Depok.
Menurut informasi yang didapat Munarman, Sofyan saat ini telah diamankan polisi. Soal keterangan lima teroris Aceh yang mengatakan bahwa Abu Bakar terlibat, Munarman mengatakan, hal tersebut rekayasa. Kelima orang itu diyakini dipaksa menandatangani berita acara pemeriksaan yang menyatakan bahwa Abu Bakar Ba’asyir terlibat aktivitas terorisme di Aceh.
Anehnya, mereka berlatih menembak di Markas Komando Brimob. Mereka berlatih dengan senjata AK-47 dan 50 peluru tajam dalam satu sesi. Satu militan dibekali uang saku selama sebulan di Ibu Kota.
Sofyan merupakan tokoh sentral dalam pelatihan kelompok militan di Indonesia. Adapun Ba’asyir sekadar dijadikan tumbal. Fakta ini muncul dari pengakuan 13 tersangka teroris yang ditangkap di Pejaten, Jakarta Selatan, yang kemudian dilepas polisi. Oleh karena itu dapat di identifikasi dengan jelas bahwa kasus terorisme di Aceh adalah rekayasa.
Baca juga : Inilah Kronologi Peristiwa terorisasi di Aceh ( 13 Agustus 2010 )
Desember 2008, Israel melakukan agresi terhadap Gaza untuk yang kesekian kalinya tepatnya 27 Desember 2008 sampai 18 Januari 2009. Dalam serangan agresi ini, Israel menggunakan bom phosphor dan senjata kimia lainnya yang melanggar hukum internasional. Atas serangan agresi membabi-buta tersebut dunia merespon dengan mengeluarkan kecaman. Dunia Islam khususnya memberikan reaksi yang keras atas agressi tersebut. FPI sebagai ormas Islam yang berkedudukan di Indonesia merespon dengan mengumumkan membuka posko-posko untuk pendaftaran mujahidin guna dikirim ke Gaza.
Januari 2009, FPI Aceh sebagai salah satu ujung tombak dalam organisasi adalah salah satu yang menjadi pelaksana dari program rekruitmen mujahidin tersebut. Secara resmi, DPD FPI Aceh membuka posko pendaftaran pada tanggal 10 Januari 2009, bertempat di Mushola Nurul Muttaqin, desa Bathoh Banda Aceh dan Pondok Pesantren Daarul Mujahiddin Lhokseumawe. Dari hasil pendaftaran tersebut berhasil menjaring sebanyak 125 orang mujahidin untuk dilatih dan kemudian bila memenuhi criteria dan sesuai kemampuan yang dimiliki organisasi akan di berangkatkan ke Gaza. Pelatihan dilaksanakan pada tanggal 23-27 Januari 2009 di pesantren Daarul Mujahiddin Lhokseumawe. Pelatihan ersebut berlangsung terbuka dan mendapat liputan dari media local khususnya.
Instruktur dalam pelatihan tersebut adalah seorang yang menawarkan diri untuk menjadi pelatih yaitu Sofyan Asauri, deserter Polisi yang pernah bertugas di Polda Jabar.
Februari 2009, Para peserta pelatihan di Aceh, yang berjumlah lebih kurang 15 orang datang ke Jakarta untuk persiapan berangkat ke Gaza.
15 Februari 2009, sebagaian peserta pelatihan di Aceh yang tengah berada di Jakarta, secara individual tanpa diketahui pimpinan rombongan pergi ke Depok menemui mantan pelatih mereka yaitu Sofyan Asauri.
21 Februari 2009, selesai persiapan untuk keberangkatan ke Gaza yang ditunda karena berbagai alasan, salah satunya serangan Israel atas Gaza telah berhenti, para mujahidin diminta untuk pulang terlebih dahulu ke Aceh, menunggu instruksi dan perkembangan situasi di Gaza lebih lanjut.
Dari 15 orang mujahidin yang datang ke Jakarta, 5 orang pulang ke Aceh dan 10 orang secara diam-diam, tanpa pemberitahuan ke DPP FPI, pergi ke Depok, rumah tempat tinggal Sofyan Asauri, mantan pelatih mereka di Aceh.
10 orang tesebut tinggal selama lebih kurang 1 bulan di rumah Sofyan Asauri dengan biaya yang sepenuhnya ditanggung oleh Sofyan Asauri, termasuk uang saku dan biaya makan serta kebutuhan lainnya.
Februari-Mereka 2009, Selama kurun waktu akhir Februari hingga akhir Maret 2009, 10 orang yang berasal dari Aceh tersebut dilatih dan di indoktrinasi oleh Sofyan Asauri. Adapun salah satu bentuk indoktrinasi tersebut adalah membolehkan cara-cara perampokan untuk membiayai jihad, menyebarkan kebencian dan permusuhan semata-mata atas dasar orang asing.
Adapun pelatihan yang dilakukan adalah melakukan pelatihan menembak dengan menggunakan peluru tajam (peluru asli) di dalam Markas Komando Brimob Kelapa Dua. Masing-masing peserta pelatihan diberikan sekitar 30 hingga 40 peluru tajam untuk latihan menembak tersebut.
Peserta latih juga diberikan uang saku perminggu selama proses pelatihan tersebut.
Dari informasi yang di dapatkan peserta latih, Sofyan Asauri ini secara sengaja meletakan surat pemecatan dari kepolisian untuk di baca oleh peser ta latih, yang berisi bahwa yang bersangkutan dipecat karena terlibat dalam kegiatan jihad, melakukan poligami dan jarang masuk kerja.
Januari 2010, 6 orang dari 10 orang yang mengikuti pelatihan di Depok, kediaman Sofyan Asauri, ikut serta dalam pelatihan militer di Jantho Aceh Besar. Pelatihan kali ini juga di fasilitasi oleh Sofyan Asauri.
Februari 2010, Pelatihan militer di Jantho Aceh Besar disergap oleh aparat keamanan.
Mei 2010, pelatihan Militer di Jantho Aceh Besar dihubungkan dengan penggerebekan kelompok Dul Matin di Pamulang, dan di ekspos oleh kepolisian dan media massa sebagai pelatihan untuk persiapan kegiatan terorisme.  [SI/KN]
Baca juga : “FPI : Dana Teroris Aceh dari Sufyan Tsauri“. (10 Agustus 2010)
Pertanyaannya dari manakah Sofyan Tsauri dapat dana yang begitu besar, untuk merekrut, melatih dan membiayai pelatihan tersebut.
  • 4.Sering dikaitkan apabila di Negeri ini ada Kasus besar selalu ditutupi dengan isu terorisme, termasuk Kasus rekening Gendut, sehingga beritanya menghilang begitu saja, karena setiap ada isu terror beberpa media khususnya media TV memblow up secara besar-besaran dan disiarkan berhari-hari bahkan berminggu-minggu.
Oleh karena itu seharusnya Kepolisian secara jujur dan transparan (jangan direkayasa) siapa sebenarnya Sofyan Tsauri dan dari mana dana untuk membiayai latihan tersebut.
Dan juga jelaskan secara jujur dan transparan (jangan direkayasa), jelaskan sejelas-jelasnya rekening Gendut tersebut, kalau memang berasal dari uang haram ya diproses sesuai hukum yang berlaku, secara adil, seharusnya penegak hukum kan harus memberi contoh, jangan rakyat kecil aja yang kalau bersalah dihukum seberat-beratnya karena tak berdaya tak punya uang, sedangkan kalau pejabat cukup dijawab sudah selesai jangan diungkit lagi.
Jelaskan sejelas-jelasnya, agar tidak ada rakyat yang bertanya :
Benarkan isu terror untuk menutupi “ Kasus Rekening Gendut “ atau
Benarkah dana terrorist berasal dari Rekening Gendut ?
Saya ingatkan diatas hukum manusia ada hukum yang paling adil dan semua manusia nanti akan diadili tanpa bisa berbohong sedikitpun, karena mulut-mulut akan dikunci tidak bisa bicara apalagi berbohong, yaitu pengadilan Allah di akhirat, mumpung masih ada waktu bertobat.
Berapa sih umur manusia, kalau sudah pensiun tinggal berapa hari lagi sih umur manusia.

sumber : http://kabarnet.wordpress.com/2010/08/26/benarkah-teroris-ada-kaitanya-dengan-rekening-gendut/

Beberapa data dan fakta yang mendorong kita untuk melawan rezim neolib, antara lain:



11. Di masa Raffles (1811) pemilik modal swasta hanya boleh menguasai lahan maksimal 45 tahun; di masa Hindia Belanda (1870) hanya boleh menguasai lahan maksimal selama 75 tahun; dan di masa Susilo Bambang Yudhoyono (UU 25/2007) pemilik modal diperbolehkan menguasai lahan selama 95 tahun. Teritorial Indonesia (tanah dan laut) telah dibagi dalam bentuk KK Migas, KK Pertambangan, HGU Perkebunan, dan HPH Hutan. Total 175 juta hektar (93% luas daratan Indonesia) milik pemodal swasta/asing.
2. Hutang Luar Negeri Indonesia (Pemerintah dan Swasta) sebesar dua ribu lima ratus trilyun rupiah (2.500.000.000.000.000). Bunga dan cicilan pokok 450 trilyun. Pertumbuhan ekonomi 4 – 6 % per tahun hanya untuk biaya bunga dan cicilan pokok hutang luar negeri. Kekuatan ekonomi bangsa Indonesia telah terjebak dalam hutang berkepanjangan (debt trap) hingga tak ada jalan keluar! Kita akan terus hidup bergantung pada hutang.
3. Sebanyak 85% kekayaan migas, 75% kekayaan batubara, 50% lebih kekayaan perkebunan dan hutan dikuasai modal asing. Hasilnya 90% dikirim dan dinikmati oleh negara-negara maju. Sementara China tidak mengekspor batubara, Jepang terus menumpuk cadanganbatubaranya. Sekarang kita harus bertarung di pasar bebas dagang dengan China – Asean. Ibarat petinju kelas bulu diadu dengan petinju kelas berat dunia. Pasti Knock-Out dan babak belur, dong…! Siapa yang melindungi rakyat dan tanah tumpah-darah kita ini?
4. 40 tahun lalu pendapatan rakyat Asia Timur rata-rata sebesar US$ 100, bahkan China cuma US$ 50. Kini Malaysia tumbuh 5 kali lipat lebih besar dari pendapatan Indonesia, Taiwan (16 kalilipat), Korea (20 kalilipat), China (1,5 kalilipat) dan telah jadi raksasa ekonomi, politik, dan militer di ASIA. Ke mana hasil sumber daya alam kita yang sudah dikuras selama hampir 40 tahun ini?
5. Ekonomi Indonesia hanya dikendalikan oleh 400-an keluarga yang menguasai ribuan perusahaan. Sejak Orde Baru mereka dapat monopoli kredit murah, perlindungan tarif, kuota, dan sebagainya. Semua itu karena mereka memberi upeti kepada penguasa. Sementara usaha kecil yang puluhan juta dianiya, digusur, dan dipinggirkan.
6. Akibat dari BLBI 1997, di mana Boediono terlibat dan dipecat oleh Soeharto, maka banyak bank berantakan. Kemudian direkapitalisasi ratusan trilyun. Bunga rekapitalisasi setiap tahunnya ditanggung oleh rakyat Indonesia melalui APBN sebesar puluhan trilyun untuk jangka 30 tahun ke depan. Yang menikmati BLBI di antaranya Syamsul Nursalim dkk, ongkang-ongkang kaki di Singapura. Parahnya lagi, sekarang keadaan perbankan 66-70% sudah dikuasai oleh modal asing. Sebagian bank yang dikuasai asing itu menikmati bunga rekapitalisasi yang ditanggung oleh APBN tersebut. Kesimpulannya, negara Indonesia ini sudah berantakan dalam aspek-aspek mendasarnya (teritori, keuangan, hutang).
7. Dengan iming-iming pinjaman US$ 400 juta dari the World Bank, Undang-Undang Migas harus memuat ayat: Indonesia hanya boleh menggunakan maksimal 25% hasil produksi gas-nya. Bayangkan, kita eksportir gar terbesar di Asia, tapi penggunaan gas-nya diatur dari luar. Akibatnya PT Pupuk Iskandar Muda dan PT Asean Aceh Fertilizer, tutup karena kekurangan pasokan gas. Ini tikus mati di lumbung padi! Bahkan sekarang harga gas untuk rakyat mau dinaikkan lagi.
8. Dengan total anggaran belanja 3.660 trilyun (tahun 2005 s/d 2009), selama 1825 hari kerja, rezim ini hanya mampu menurunkan jumlah orang miskin dari 36,1 juta (16,6%) menjadi 32,5 juta (14,15%). Sementara pengangguran terbuka makin meningkat dari 7% menjadi lebih-kurang 8,5%. Padahal sebagian rakyatnya sudah rela jadi “kuli” di negeri orang…!!! Mau ke mana rakyat dan negeri ini dibawa…?
9. Setiap tahun kita impor 1,6 juta ton gula, 1,8 juta ton kedelai, 1,2 juta ton jagung, 1 juta ton bungkil makanan ternak, 1,5 juta ton garam, 100 ribu ton kacang tanah, bahkan pernah mengimpor sebanyak 2 juta ton beras. Pastinya ada yang salah dengan kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia menyangkut sektor pertanian. Pasti juga ada agen kapitalis yang bermain di balik penindasan yang terjadi terhadap para petani Indonesia ini.
10. Untuk pemenangan PEMILU dan PILPRES, demi bertahannya rezim ‘anak manis’ ini, maka majikan dari luar memberi bantuan pinjaman sekitar 50 trilyun untuk mengambil hati orang desa, masyarakat miskin,dan pegawai negeri (PNPM, BLT, GAJI ke-13, JAMKEMAS, KUR, RASKIN, dll). Utang makin bertambah demi citra rezim di mata rakyat ‘bodoh’. Ditambah lagi dengan UTANG, untuk kesejahteraan pegawai DEPKEU atas nama REFORMASI BIROKRASI, sebesar hampir 15 trilyun, yang menghasilkan GAYUS MARKUS. Alamak…, makin sempurna kejahatan rezim ini!
11. Penerimaan negara dari mineral dan batubara (minerba) hanya 3 persen (21 trilyun pada tahun 2006). Padahal kerusakan lingkungan dan hutan yang terjadi sangat dahsyat dan mengerikan!. Devisa remittance dari para tenaga kerja Indonesia (TKI) saja bisa mencapai 30 trilyun pada tahun sama. Jadi kemanakah larinya hasil emas, tembaga, nikel, perak, batubara, hasil hutan lainnya, dan seterusnya, yang ribuan trilyun itu?
12. Dari permainan ekspor-impor minyak mentah, pelaku perburuan rente migas ‘terpelihara’, dan setiap tahun negara dirugikan sampai 4 trilyun. Namun menguntungkan ‘oknum’ tertentu. Siapakah dia…?
13. Disepakati kontrak penjualan gas (LNG) ke luar negeri dengan harga antara tiga hingga 4 dollar Amerika/mmbtu. Padahal saat kontrak disepakati harga pasar internasional US$ 9/mmbtu. Gas dipersembahkan buat siapa? Siapa yang bermain?
14. Dugaan kekayaan negara yang hilang sia-sia: 1>. Dengan memakai asumsi Prof. Soemitro 30% bocor, maka kalau APBN 2007 sebesar 750 trilyun, maka bocornya lebih kurang 250 trilyun. 2>. Penyelundupan kayu/pencurian hasil laut, pasir, dan lain-lain 100 trilyun. 3>. Potensi pajak yang tidak masuk kas negara tahun 2002 (menurut Kwik Kian Gie) sekitar 240 trilyun kalau sekarang misalnya dua kali lipat, maka angkanya berkisar 500 trilyun. 4>. Subsidi ke bank yang sakit menurut Kwik 40 trilyun tahun 2002. Maka secara kasar potensi pendapatan negara yang hilang sia-sia totalnya 890 trilyun. Itulah salah satu sebab rakyat tetap miskin, segelintir orang mahakaya, dan negara tertentu kecipratan menjadi kaya.
15. Dengan standar buatan Indonesia orang miskin di negeri ini tahun 2006 berjumlah 39 juta (pendapatan perhari 5.950,-) Tapi kalau memakai standar Bank Dunia/standar internasional US$ 2 per hari, maka orang miskin di Indonesia lebih kurang 144 juta orang (65%). Lalu apa yang kita banggakan dari pemimpin bangsa ini?
16. Tahun 2005 BPK menemukan 900 rekening gelap senilai 22,4 trilyun milik 18 instansi pemerintah. Pada waktu itu ada 43 instansi yang belum diaudit. Jadi masih banyak uang negara yang gelap yang belum dimanfaatkan. Kenapa mesti menghutang untuk memberi rakyat raskin dan BLT? Kenapa jalan-jalan raya di tengah kota banyak yang bolong-bolong? Kenapa begitu banyak orang yang mengemis di pinggir-pinggir jalan?
17. Dengan 63 hypermarket, 16 supermarkets di 22 kota (termasuk 29 hypermartket Alfa dan jaringannya di seluruh Indonesia), maka Carefour Indonesia (komisarisnya jenderal-jenderal) total menguasai bisnis ritel. Bagaimana nasib jutaan warung-warung kelontong milik rakyat kecil? Atas nama liberalisme pasar semua digusur?
Itulah beberapa butir yang membuat kita termotivasi untuk mengadakan perlawanan terhadap rezim penghisap, penindas, dan penjajah gaya baru dan antek-anteknya di Indonesia kita yang tercinta ini.
http://kabarnet.wordpress.com/2010/05/08/beberapa-data-fakta-yang-mendorong-kita-untuk-melawan-rezim-neolib/

Rabu, 10 November 2010

Michael Moore Membela ISLAM


Saya mengenal nama Michael Moore ketika pertamakali menonton film garapannya Fahrenheit 9/11, yang membongkar konspirasi klan Bush dengan klan Bin Laden. Ya benar, keluarga besar George Bush ternyata punya hubungan dagang/minyak dengan keluarga kerajaan Saudi, di antaranya klan Bin Laden). Film dokumenter yang mengungkap agenda sesungguhnya di balik peristiwa 9/11 2001 ini menjadi salah satu film terlaris di Amerika dan Eropah pada tahun 2004. Meskipun pemerintah AS gencar mempropagandakan bahwa Irak dan Afghanistan patut diserang karena merupakan pusat terorisme, rakyat Amerika, sebaliknya, mengagumi karya Michael Moore yang menyuarakan penentangan kepada rezim perang Bush. Salah satu fakta menarik yang terungkap dalam film ini adalah: pada hari kedua dan seterusnya pasca peristiwa 9/11 2001, semua bandara AS ditutup, tak ada pesawat boleh masuk atau keluar. Namun ada pesawat yang menerbangkan seluruh keluarga Bin Laden keluar dari AS.
Moore dianggap sebagai musuh Presiden George W. Bush nomor 1, karena seringnya dia membuat pernyataan, tulisan, atau film yang menentang kebijakan rezim Bush. Filmnya yang lain berjudul Bowling over Columbine, mengupas kebebasan memiliki senjata di AS, dengan nada kritik terhadap Asosiasi Senjata AS yang terus menentang lahirnya UU yang mengatur kepemilikan senjata. Film itu memotret fakta anak-anak sekolah membawa senjata lalu menembaki guru dan teman-temannya hingga tewas. Film Moore lainnya, Sycho, membongkar kelemahan kebijakan dan praktik kesehatan di AS. Moore bahkan membandingkannya dengan di negara Kuba, yang dipotretnya sebagai jauh lebih baik, lebih manusiawi dan lebih pro-rakyat dibanding kebijakan kesehatan di AS.
Baru-baru ini, Micahel Moore menulis di blognya, bahwa yang paling bersalah dalam tragedi kemanusiaan di Afghanistan dan Irak adalah kaum liberal dan koran The New York Times. Menurut Moore, Bush dan kawan-kawannya: Cheney, Rumsfeld, Wolfowitz, memang ‘bisa diduga’ akan berbuat apapun demi ideologi mereka. Namun The New York Times, menurut Moore, tidak diduga akan menjadi loud speaker. Pers seharusnya netral. Tidak demikian dengan TNYT dalam kasus perang melawan terorisme. TNYT memberi ruang seluas-luasnya pada para penggagas perang, termasuk dengan memberi dukungan alasan penyerangan. Para penggila perang itu bisa menggunakan sikap TNYT itu terhadap para penentangnya: “Lihat, bahkan koran TNYT saja mendukung perang.”
Michael Moore adalah warga Negara AS, agamanya kurang jelas, tetapi dia sangat peduli pada nasib bangsa-bangsa yang dihancurkan oleh AS dalam perang melawan terorisme, dalam hal ini Afghanistan dan Irak. Selain berempati pada bangsa-bangsa yang dihancurkan, Moore juga berempati pada keluarga veteran AS. Para prajurit muda usia yang pulang dengan hilang sebelah kaki atau tangannya, atau mengalami trauma dan gangguan psikologis lainnya. Anak-anak yang kehilangan orangtua, orangtua yang kehilangan anaknya, istri yang kehilangan suami, dan sebagainya. Semua untuk perang yang tidak memiliki alasan.
Saat ini Michael Moore sedang mengajak para pengikut dan pengagumnya untuk beramai-ramai menyumbang uang agar masjid di Ground Zero (bekas tempat WTC) tetap jadi dibangun. Setiap pengunjung bloknya dimintanya menyumbang satu atau sepuluh dolar, atau berapapun terserah, dikirim ke webguy@michaelmoore.com. Dia sendiri memulai dengan menyumbang US$10. Dia bertekad mendukung pembangunan masjid itu. Seperti diketahui, pembangunan masjid di dua blok dekat Ground Zero ini menimbulkan kontroversi. Di antaranya ada pendeta membakar Quran. Donald Trump, salah satu pengusaha real estate dan orang terkaya di AS, berniat membeli area bakal masjid itu dengan harga mahal agar masjid batal dibangun. Michael Moore memperkirakan penggalangan dananya melalui blognya akan akan mencapai US$6 juta, lebih dari yang ditawarkan Donald Trump. Umat islam bisa dengan tenang melanjutkan cita-citanya membangun masjid di Ground Zero.
Ingin tahu alas an Micahel Moore menyetujui dibangunnya amsjid di Ground Zero? Inilah beberapa di antaranya:
- Imam masjid adalah orang yang paling menyenangkan yang pernah ditemuinya.
- Ada sekitar 60 muslim menjadi korban WTC, dan ratusan anggota keluarganya masih menderita kehilangan. 19 pelaku 9/11 tidak peduli pada agama korbannya.
- Ada restoran McDonalds dua blok dari Ground Zero dan kata Micahel Moore: “Percayalah, McDonalds menewaskan lebih banyak orang daripada teroris.”
- Di setiap agama ada penganut agama yang “ngawur”. Misalnya Timothy McVeigh yang beragama Katolik, yang mengebom gedung federal di Oklahoma. Toh tak ada larangan membangun gereja katolik di dekat gedung yang dibom itu.
Sebetulnya ada 10 alasan Michael Moore mengapa dia setuju dibangunnya masjid dua blok dari Ground Zero. Dia bahkan tidak setuju dua blok, dia setuju tepat di Ground Zero. Namun alas an kesepuluh, yang paling saya sukai adalah ini (terjemahannya):
Seandainya saya mengalami nasib, tewas pada suatu insiden terorisme, janganlah Anda atau siapapun juga menggunakan kematianku sebagai justifikasi untuk menyerang atau mendiskriminasi siapapun atas nama saya. Kalau Anda lakukan, saya akan kembali dari alam baka, menghantui Anda, lebih mengerikan daripada Linda Blair (bintang film The Exorcist) dijadikan satu dengan Freddy Krueger (karakter film horror popular di AS).
Michael Moore setuju pembangunan masjid di jantung kota Manhattan, New York, itu karena dia percaya pada falsafah negaranya yang akan memberi perlindungan pada para korban kebencian dan prasangka. Amerika juga memberi kebebasan warganya untuk beragama apa saja dan beribadah dimana saja. “Jika ada segerombolan pembunuh mencuri agama Anda dan menggunakannya sebagai excuse (alasan) untuk membunuh 3000 jiwa, maka saya ingin membantu Anda mendapatkan kembali agama Anda, dan menempatkannya tepat di titik dimana agama Anda itu telah dicuri dari Anda.” Michael Moore menyampaikan pada kita bahwa agama Islam telah dicuri oleh segelintir manusia –di antaranya beragama Islam juga- yang memberi alas an pada rezim George W. Bush untuk berperang dan membunuh, dia ingin mengembalikan agama Islam kepada kita. Dia juga akan menempatkannya tepat di tempat Islam telah dikelirukan sedemikian rupa: di Ground Zero –eks-WTC.
Sirikit Syah

Saya mengenal nama Michael Moore ketika pertamakali menonton film garapannya Fahrenheit 9/11, yang membongkar konspirasi klan Bush dengan klan Bin Laden. Ya benar, keluarga besar George Bush ternyata punya hubungan dagang/minyak dengan keluarga kerajaan Saudi, di antaranya klan Bin Laden). Film dokumenter yang mengungkap agenda sesungguhnya di balik peristiwa 9/11 2001 ini menjadi salah satu film terlaris di Amerika dan Eropah pada tahun 2004. Meskipun pemerintah AS gencar mempropagandakan bahwa Irak dan Afghanistan patut diserang karena merupakan pusat terorisme, rakyat Amerika, sebaliknya, mengagumi karya Michael Moore yang menyuarakan penentangan kepada rezim perang Bush. Salah satu fakta menarik yang terungkap dalam film ini adalah: pada hari kedua dan seterusnya pasca peristiwa 9/11 2001, semua bandara AS ditutup, tak ada pesawat boleh masuk atau keluar. Namun ada pesawat yang menerbangkan seluruh keluarga Bin Laden keluar dari AS.
Moore dianggap sebagai musuh Presiden George W. Bush nomor 1, karena seringnya dia membuat pernyataan, tulisan, atau film yang menentang kebijakan rezim Bush. Filmnya yang lain berjudul Bowling over Columbine, mengupas kebebasan memiliki senjata di AS, dengan nada kritik terhadap Asosiasi Senjata AS yang terus menentang lahirnya UU yang mengatur kepemilikan senjata. Film itu memotret fakta anak-anak sekolah membawa senjata lalu menembaki guru dan teman-temannya hingga tewas. Film Moore lainnya, Sycho, membongkar kelemahan kebijakan dan praktik kesehatan di AS. Moore bahkan membandingkannya dengan di negara Kuba, yang dipotretnya sebagai jauh lebih baik, lebih manusiawi dan lebih pro-rakyat dibanding kebijakan kesehatan di AS.
Baru-baru ini, Micahel Moore menulis di blognya, bahwa yang paling bersalah dalam tragedi kemanusiaan di Afghanistan dan Irak adalah kaum liberal dan koran The New York Times. Menurut Moore, Bush dan kawan-kawannya: Cheney, Rumsfeld, Wolfowitz, memang ‘bisa diduga’ akan berbuat apapun demi ideologi mereka. Namun The New York Times, menurut Moore, tidak diduga akan menjadi loud speaker. Pers seharusnya netral. Tidak demikian dengan TNYT dalam kasus perang melawan terorisme. TNYT memberi ruang seluas-luasnya pada para penggagas perang, termasuk dengan memberi dukungan alasan penyerangan. Para penggila perang itu bisa menggunakan sikap TNYT itu terhadap para penentangnya: “Lihat, bahkan koran TNYT saja mendukung perang.”
Michael Moore adalah warga Negara AS, agamanya kurang jelas, tetapi dia sangat peduli pada nasib bangsa-bangsa yang dihancurkan oleh AS dalam perang melawan terorisme, dalam hal ini Afghanistan dan Irak. Selain berempati pada bangsa-bangsa yang dihancurkan, Moore juga berempati pada keluarga veteran AS. Para prajurit muda usia yang pulang dengan hilang sebelah kaki atau tangannya, atau mengalami trauma dan gangguan psikologis lainnya. Anak-anak yang kehilangan orangtua, orangtua yang kehilangan anaknya, istri yang kehilangan suami, dan sebagainya. Semua untuk perang yang tidak memiliki alasan.
Saat ini Michael Moore sedang mengajak para pengikut dan pengagumnya untuk beramai-ramai menyumbang uang agar masjid di Ground Zero (bekas tempat WTC) tetap jadi dibangun. Setiap pengunjung bloknya dimintanya menyumbang satu atau sepuluh dolar, atau berapapun terserah, dikirim ke webguy@michaelmoore.com. Dia sendiri memulai dengan menyumbang US$10. Dia bertekad mendukung pembangunan masjid itu. Seperti diketahui, pembangunan masjid di dua blok dekat Ground Zero ini menimbulkan kontroversi. Di antaranya ada pendeta membakar Quran. Donald Trump, salah satu pengusaha real estate dan orang terkaya di AS, berniat membeli area bakal masjid itu dengan harga mahal agar masjid batal dibangun. Michael Moore memperkirakan penggalangan dananya melalui blognya akan akan mencapai US$6 juta, lebih dari yang ditawarkan Donald Trump. Umat islam bisa dengan tenang melanjutkan cita-citanya membangun masjid di Ground Zero.
Ingin tahu alas an Micahel Moore menyetujui dibangunnya amsjid di Ground Zero? Inilah beberapa di antaranya:
- Imam masjid adalah orang yang paling menyenangkan yang pernah ditemuinya.
- Ada sekitar 60 muslim menjadi korban WTC, dan ratusan anggota keluarganya masih menderita kehilangan. 19 pelaku 9/11 tidak peduli pada agama korbannya.
- Ada restoran McDonalds dua blok dari Ground Zero dan kata Micahel Moore: “Percayalah, McDonalds menewaskan lebih banyak orang daripada teroris.”
- Di setiap agama ada penganut agama yang “ngawur”. Misalnya Timothy McVeigh yang beragama Katolik, yang mengebom gedung federal di Oklahoma. Toh tak ada larangan membangun gereja katolik di dekat gedung yang dibom itu.
Sebetulnya ada 10 alasan Michael Moore mengapa dia setuju dibangunnya masjid dua blok dari Ground Zero. Dia bahkan tidak setuju dua blok, dia setuju tepat di Ground Zero. Namun alas an kesepuluh, yang paling saya sukai adalah ini (terjemahannya):
Seandainya saya mengalami nasib, tewas pada suatu insiden terorisme, janganlah Anda atau siapapun juga menggunakan kematianku sebagai justifikasi untuk menyerang atau mendiskriminasi siapapun atas nama saya. Kalau Anda lakukan, saya akan kembali dari alam baka, menghantui Anda, lebih mengerikan daripada Linda Blair (bintang film The Exorcist) dijadikan satu dengan Freddy Krueger (karakter film horror popular di AS).
Michael Moore setuju pembangunan masjid di jantung kota Manhattan, New York, itu karena dia percaya pada falsafah negaranya yang akan memberi perlindungan pada para korban kebencian dan prasangka. Amerika juga memberi kebebasan warganya untuk beragama apa saja dan beribadah dimana saja. “Jika ada segerombolan pembunuh mencuri agama Anda dan menggunakannya sebagai excuse (alasan) untuk membunuh 3000 jiwa, maka saya ingin membantu Anda mendapatkan kembali agama Anda, dan menempatkannya tepat di titik dimana agama Anda itu telah dicuri dari Anda.” Michael Moore menyampaikan pada kita bahwa agama Islam telah dicuri oleh segelintir manusia –di antaranya beragama Islam juga- yang memberi alas an pada rezim George W. Bush untuk berperang dan membunuh, dia ingin mengembalikan agama Islam kepada kita. Dia juga akan menempatkannya tepat di tempat Islam telah dikelirukan sedemikian rupa: di Ground Zero –eks-WTC.

CERPEN NEGARA ISRAEL

Pilu rasanya hati ini setiap kali menyaksikan kekejaman Israel terhadap bangsa tetangganya, Palestina. Setiap tahun, tidak …. Setiap bulan, Israel selalu memiliki alasannya sendiri untuk menyerang. Pemirsa televisi di seluruh dunia disuguhi kekerasan dan kekejaman yang tak berperikemanusiaan dan tak beralasan. Saya kuatir, kita didera compassion fatig, lunturnya rasa haru, akibat gambaran kekerasan yang terus menerus dan menjadi “hal lumrah”. Kita menjadi jenuh, bosan dengan laporan-laporan itu. Kemudian kita mengubah saluran televisi kita, atau mematikannya.
Bila itu yang terjadi, coba bayangkan: betapa sia-sianya para pelapor (jurnalis) itu terjun ke medan yang tak menyenangkan itu. Mereka telah bersusahpayah melakukan liputan –dengan taruhan nyawa- kemudian menayangkannya, agar kita mendapatkan informasi tentang sebuah Kekejaman Abad 21; dan kita mengabaikannya? Betapa nelangsanya para korban tertindas bila pemirsa televisi mulai berpaling dari laporan kekejaman Israel atas Palestina yang terjadi bertahun-tahun sejak 1948? Para jurnalis akan berhenti meliput (karena sia-sia), dan kedzoliman akan luput dari rekaman sejarah (karena jurnalisme adalah catatan sejarah yang paling jujur).
Tidak. Kita tak ingin itu terjadi. Kita harus terus menyaksikan laporan kekejaman Isarel itu. Kita tak boleh jenuh atau bosan. Justru kita harus terdorong untuk melakukan sesuatu. Apa yang dapat dilakukan oleh warga negara biasa seperti kita? Kita tentu saja bisa menyumbang untuk perjuangan rakyat Palestina, terutama agar mereka tercukupi kebutuhan dasarnya (pangan dan kesehatan). Ini dapat kita lakukan melalui berbagai saluran, di antaranya Bulan Sabit Merah dan lembaga-lembaga sejenis lainnya. Kita juga bisa menitipkan suara kita pada para wakil kita di DPR RI agar tak gampang-gampang menyetujui dibukanya hubungan dagang maupun diplomatik dengan Israel bila mereka tidak menerima masukan Indonesia tentang Konflik Israel-Palestina. Kita juga bisa melakukan demonstrasi dengan turun ke jalan, atau menuliskan pandangan kita melalui media massa. Paling sederhana adalah mendoakan. Semuanya memiliki kemungkinan untuk terjadinya sebuah perubahan.
Di Amerika sendiri perubahan tengah terjadi. Presiden AS sekarang, Obama, jelas berbeda dengan pendahulunya yang doyan perang dan terkesan anti-Islam. Di dunia internasional, semakin banyak negara menyadari kesewenang-wenangan Israel. Israel semakin terkucil. Secara diplomasi internasional jelas ada arah yang berbalik. Secara perang fisik, Israel boleh dikata tidak pernah menang. Para tokoh dari kalangan musuh, diantaranya pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrullah, tegas-tegas mengatakan bahwa militer Israel tak mampu berperang lebih dari 30 hari. Kegagah-perkasaan tentara Israel cuma mitos. Serangan di Lebanon tahun 2006 dan bombardier di Gaza tahun 2008, gagal total.
Mungkin ratusan bangunan hancur, dan ribuan nyawa gugur di Lebanon dan Gaza. Tetapi, apakah ini berarti kemenangan? Inilah pandangan seorang jurnalis dan intelektual Yahudi sendiri, Amira Hass: “Bagi kita, orang Israel, sejarah selalu dimulai ketika orang Palestina melukai kita (tidak sebaliknya). Kita berpikir bahwa bila kita menimbulkan luka yang lebih besar lagi di tubuh Palestina, mereka akhirnya akan mengambil pelajaran (untuk tidak macam-macam) . Sebagian orang menyebut hal ini sebagai ‘keberhasilan’.” Tentu saja, inilah keberhasilan semu itu, keberhasilan yang tak kunjung mewujud.
Lebih ekstrim lagi, lebih banyak intelektual dan kritikus Israel menganggap Israel tak memiliki masa depan. Mula-mula tentu saja, ini dibuktikan dengan semakin surutnya minat orang Yahudi untuk hijrah ke Israel. Kemudian tingginya angka homoseksualitas di Israel yang berakibat rendahnya angka pertumbuhan penduduk. Betapapun Israel merayu dan mengiming-imingi para pendatang, gayung tak bersambut seperti di awal-awal berdirinya negara Israel. Yang paling penting, berubahnya paradigma generasi muda Israel. Bila tadinya mereka rela menjadi serdadu penghancur tetangga dengan semangat patriotik, saat ini mereka merosot menjadi tentara pragmatis yang bekerja demi imbalan yang besar (dibayar mahal). Kelak, akan semakin terbukalah wawasan anak muda Israel tentang semangat pluralisme sebagai ganti sektarianisme, diplomasi sebagai ganti perang, dan kerjasama sebagai ganti penindasan. Indikai merosotnya moral tentara ini telah terjadi saat ini dengan banyaknya tentara desertir. Para penerbang dan pengebom, jumlahnya tak kurang dari 300 orang sejak Perang Lebanon 2006, rela masuk penjara karena menolak melakukan serangan lagi terhadap wilayah dan rakyat Palestina.
Lalu, bagaimana masa depan Israel? Daniel Gordis, penulis Yahudi Amerika, menulis satir jenaka tentang seorang penulis yang memeriksakan kesehatannya pada seorang dokter. Ketika dokter bertanya apa profesinya, sang penulis menjawab, “Penulis”. Dokter bertanya, apa yang ditulisnya. Sang penulis menjawab, “Masa depan Israel”. Sang dokter berkata, “Wah, kalau begitu Anda menulis cerita pendek ya?”
Sungguh telak. Sebuah negara tanpa masa depan. Kalau penulis/pasien tadi berumur pendek, dokter akan menasehatkan “Jangan menulis cerita bersambung”. Namun pasien diperkirakan berumur panjang, obyek penulisanlah yang berumur pendek. Sependek cerpen.
Mari kita lakukan sesuatu semampu kita untuk membantu rakyat Palestina. Setidaknya kita bisa mendoakan agar Allah melindungi kaum yang teraniaya dan melaknat kaum yang menindas sesamanya.
Sirikit Syah, Pengamat Media